[REVIEW] Maddah by Risa Saraswati

Monday, August 18, 2014

Judul: Maddah
Penulis: Risa Saraswati
Penerbit: Rak Buku
Tebal: 246 halaman
Rating: ★★★

---

Maddah adalah buku kedua dari trilogi kisah Peter cs, kembali Risa Saraswati menceritakan dunianya yang menyenangkan bersama kelima sahabatnya, dan juga dua sahabat barunya, Marianne—si gadis galak yang sembrono namun bisa berteman baik dengan Peter karena kesamaan watak yang mereka miliki, dan Norma—gadis cilik yang cantik dan baik dan sempat membuat pertengkaran di antara William dan Hendrick.

Ada beberapa kisah yang dituliskan, sama seperti buku sebelumnya—Danur—setiap kisah tentu menceritakan pengalaman Teh Risa dengan “mereka-mereka” yang baru ditemuinya, “mereka-mereka” yang tidak saja hanya menuang memori dalam buku ini, tapi juga menjadi awal perkenalan pembaca dengan setiap elemen yang ada. Yeah, you know what I mean.

Ada kisah Adam dan Biyan, sepasang kekasih yang tak lama lagi akan melangsungkan janji pernikahan. Namun, sebagai seorang calon pengantin, tidak heran jika Biyan menginginkan sesuatu yang spesial dari calon pasangannya, sebuah sepatu hitam yang dipesannya kepada seorang teman. Sepatu hitam dengan manik-manik hitam berkilauan yang menghiasi seluruh bagiannya itu kini akan jadi milik Biyan, namun sayang cerita ini berakhir ketika takdir memaksa sebuah tragedi terseret arus sungai menimpa pasangan kekasih itu. Jiwa mereka berpisah, namun cinta mereka bersama, bahkan setelah kematian sekalipun.

Ada lagi Ivanna, seorang perempuan jahat yang suka mencelakai orang lain. Keadaan yang memaksanya begitu. Ivanna adalah musuh besar Elizabeth, perempuan yang menjadikan perpecahan dalam keluarga Ivanna karena ia mencemooh Dimas—adik Ivanna, hanya karena namanya yang sangat Indonesia. Maka, dari kisah ini, terciptalah lagu Ivanna milik Risa Saraswati.



Penari itu adalah Canting, perempuan yang rela meninggalkan sekolah dan keluarganya hanya karena dirinya jatuh cinta pada sang pelatih, Farid. Perjalanan cinta mereka sangat menarik, Farid bisa dikatakan orang yang dapat memikat hati seorang perempuan bernama Canting. Suatu kecelakaan terjadi, Canting meminta Farid untuk sesegera mungkin menikahinya sebelum perutnya benar-benar membesar tanpa seseorang di sampingnya. Semua berjalan tidak seperti yang diharapkannya. Farid pergi meninggalkan Canting yang masih hamil karena ternyata ia sudah berumah tangga, Farid pergi untuk kembali ke keluarganya. Hidup seorang diri, berjuang dalam masa kehamilan, hingga melahirkan seorang anak lelaki, adalah pengorbanan yang harus Canting lakukan untuk melahirkan seorang anak manusia bernama Buih. Buih dititipkan kepada nenek dan kakeknya—Bapak dan Ibu Canting, karena Tuhan telah meminta Canting kembali sesaat setelah melahirkan Buih.



Ada lagi kisah sepasang kekasih yang ceritanya menyayat hati, Ladira dan Ardiga. Keduanya saling mencintai satu sama lain, perbedaan yang ada tidak membuat mereka merasa risi terhadap pandangan orang banyak mengenai perbedaan keyakinan. Dira adalah seorang Kristen Tionghoa, sedangkan Diga adalah laki-laki muslim anak dari seorang Kiai. Cinta mereka berakhir menyedihkan, memaksa keduanya berpisah karena perbedaan yang jarang bisa diterima banyak orang. Perbedaan untuk status seperti umur, sosial, ras memang bukan suatu hal yang besar, tapi apakah itu sama berlakunya dengan perbedaan agama diantara dua insan yang saling mencinta?

“Jika kau memang mencintaiku... kau harus percaya...” (hal. 168)
Tidak hanya itu, cerita lainnya juga dituang Teh Risa dari segi pandangnya yang menarik. Selipan cerita tentang kawan-kawannya ia kemas dengan caranya sendiri. Apa saja yang ditulisnya? Baca selengkapnya di Maddah.

***

Bukan hal yang mudah buatku menulis ulasan buku yang satu ini. Selain karena tersendat waktu dan peristiwa yang darurat, aku kadang takut juga kalau menulisnya di waktu tertentu, ketika sendiri atau malam menjelang. Hehe, asumsi bodoh sebenarnya, dan lebih bodoh aku melakukannya hingga kini memberanikan diri menulis review di malam hari.


Setiap cerita dalam Maddah diceritakan cukup panjang, namun tetap berkesan. Tetap ada kisah Peter, William, Hans, Hendrick, dan Janshen, kelima sahabat astral Teh Risa, namun dengan cerita yang lain—tentu saja—dengan buku Danur (Danur lebih bercerita kepada perkenalan dan masa lalu setiap karakter). Ada juga surat-surat yang menjadi sisipan di tiap jeda antara satu cerita ke cerita lainnya. Kadang tidak berkaitan, tapi kalau sudah baca Danur setidaknya, kita bisa paham kok.

Dari banyaknya cerita, aku suka kisah Ladira dan Ardiga. Dua sejoli yang memiliki akhir kisah menyedihkan karena sebuah perbedaan. Aku meyakini satu hal, perbedaan itu ada, perbedaan itu seperti air dan minyak—tak pernah bisa bersatu, namun tetap bisa berdampingan. Kisahnya juga cukup familiar ya apalagi kalau dikaitkan dengan kisah dari Dwi**sar* tentang Cinta Tapi Beda. Hm.

Ah ya, aku suka cara Teh Risa menuliskan judul dari setiap kisah, bahasa yang digunakan jarang bahkan baru aku tahu penulisan katanya. Mungkin bahasa Indonesia zaman dahulu, atau bahasa arkais yang aku sendiri nggak tahu apa maknanya. Apalagi, kata-kata itu bakal kamu temukan lebih banyak dalam Sunyaruri. See? Maddah membawaku pada ingatan tentang acara Léngkah Maddah yang beberapa waktu lalu diadakan di Bandung, dan tentunya beberapa kali aku senang memutar track Ivanna hanya karena suara jeritannya yang jadi candu.

by.asysyifaahs(◕‿◕✿)

1 comment:

  1. Mantap sekali resensinya. Saya juga suka sekali dengan novel Maddah ini. Maddah adalah buka kedua yang mencerita kan Peter dan kawan-kawan. Penasran dengan isi novel ini? Silahkan download di SINI

    ReplyDelete

Review di a, Greedy Bibliophile adalah pendapat suka-suka yang sifatnya subjektif dari si empunya blog. Aku berusaha jujur, karena barang siapa jujur sesungguhnya dia masih hidup.

Aku nggak pernah memaksa kamu untuk setuju dengan pendapatku sendiri. Jangan sebel, jangan kesel, kecuali kamu mau itu menjadi beban besar yang berat ditanggung.

Boleh komentar, boleh curhat, boleh baper, tapi jangan promosi jualan obat atau agen judi bola. Tulis dengan bahasa manusia yang sopan dan mudah dimengerti ya.

Terima kasih sudah berkunjung, semoga ada cerita yang bermanfaat, jangan lupa kuenya boleh dibawa. Asal tulisan aku jangan dicomot seenak udelmu.

tertanda,

yang punya cerita

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 
a book blog by @asysyifaahs