[REVIEW] Penunggu Puncak Ancala - Indra Maulana, dkk

Sunday, May 3, 2015

Karena di dunia ini tidak ada yang benar-benar hidup, juga tidak ada yang benar-benar mati. (hal. 123)

Judul: Penunggu Puncak Ancala
Penulis: Indra Maulana, Sulung Hanum, Ageng Wuri, Acen Trisusanto, Dea Sihotang
Penerbit: Bukune
Editor: Astri Apriyani & Elly Afriani
Proofreader: Widyawati Oktavia
Penata letak: Irene Yunita
Desain sampul: Gita Mariana
Ilustrator: Nana Naung
Tebal: 208 halaman
Harga: Rp. 38.000,-
Rating: ★★★

Bagi mereka pendaki gunung, bisa kukatakan mereka adalah tipe orang yang setia. Coba aja lihat, gunung aja didaki, apalagi cintanya *tsaaah. Oke baik, lupakan kalimat tadi, karena toh buku yang akan kita bahas sekarang jauh dari hal yang nyeleneh dan sok gombal.

Penunggu Puncak Ancala adalah buku yang berisi kumpulan kisah nyata dari tiap penulis. Masing-masing menuliskan dua cerita yang berkaitan dengan pengalaman horor mereka ketika mendaki gunung. Ancala sendiri dalam bahasa Sanskerta berarti gunung. Itu kenapa sampai halaman terakhir, aku nggak menemukan 'Puncak Ancala', karena ya artinya sama saja dengan puncak gunung :D

Meski tidak semua cerita mengisahkan tentang pendakian gunung, ada beberapa cerita yang mengambil destinasi seperti Ujung Kulon, Goa Pindul, dan Danau Singkarak. Di bawah ini, akan kuceritakan salah satu dari cerita tiap penulis.

Pendaki Misterius di Gunung Salak - Acen Trisusanto
Cerita diawali dengan judul ini. Dari judul, sudah terbayang mungkin ya apa yang dijalani penulis. Yap, pendakian menuju Gunung Salak yang mengantarkan mereka bertemu dengan seorang—atau lebih tepatnya sesosok—yang juga merupakan sama-sama pendaki. Siapa dia?

Sesama pendaki biasanya bahu-membahu menolong satu sama lain. Kami seperti saudara senasib seperjuangan. Kami boleh saja tidak mengenal satu sama lain, tapi di situlah letak keunggulan para pendaki. Kami benar-benar peduli dengan sesama kami tanpa pamrih. (hal. 10)

Nenek Tua dari Goa Pindul - Dea Sihotang
Agak heran sebenarnya dengan cerita ini, karena Kak Dea tidak menyuguhkan cerita menggunakan nama asli penulis. Atau..., ini bukan ceritanya sendiri? Dalam ceritanya ini, mungkin tersirat pesan kalau setelah bepergian—ke manapun itu—ada baiknya kamu harus segera 'membersihkan diri'.

Seperti layaknya tempat-tempat tua yang menjadi sebuah destinasi pariwisata, cerita hantu selalu ada. Namun, ada baiknya jika kita berdoa terlebih dahulu sebelum memasuki suatu area. (hal. 45)

Rangkaian Kejadian Mistis di Kaki Gunung Gede Pangrango - Ageng Wuri
Siapa yang nggak tahu Gunung Gede Pangrango? Aku nggak tahu, kukira itu lokasinya di Jawa Tengah atau Jawa Timur, ternyata ada di provinsi sendiri, Jawa Barat *digeplak Pak Aher*. Ceritanya sendiri nggak hanya bercerita satu kejadian mistis, tapi... lebih dari dua! Geez, satu aja bikin merinding, apalagi ini banyak. Yang menarik dan sangat baru kutahu adalah, bahwa di Bogor ada situs makam Jerman—Deutscher Soldatenfriedhof, tapi waktu itu orang Jerman ngapain ya ke Indonesia?

Tidak diketahui siapa mereka dan apa mau mereka, namun semua kejadian ini membuatku menyadari, kami tidak sendiri selama perjalanan. (hal. 45)

"Teman Mendaki" di Gunung Sumbing - Indra Maulana
Awalnya sih mungkin terasa biasa, cerita tentang teman mendaki ini baru muncul di saat mulai akhir cerita. Yang disayangkan adalah, Mas Indra jarang mengakui kejadian mistis yang dialami ke teman-temannya, nggak seru sih ya! Tapi memang, bagi para pendaki, ada aturan tak tertulis yang menyatakan bahwa jika mengalami suatu kejadian aneh (re: horor; mistis), jangan pernah bercerita apa-apa, jangan pernah.

Mitos tetaplah mitos, dan kami tak boleh takabur. (hal. 185)

Sejuta Rahasia Danau Singkarak - Sulung S. Hanum
Berbicara Danau Singkarak, maka Kak Hanum bercerita tentang kampung halamannya di Sumatera Barat. Nggak hanya gunung, lokasi pariwisata lain juga pasti nggak luput dari sesuatu yang menakutkan, termasuk ini salah satunya. Agak nggak logis mungkin ya, sebuah danau bisa 'menarik jiwa manusia' untuk masuk ke dalamnya. Kata orang sih, mungkin ada kerajaan jin di bawahnya. Dan mungkin hingga sekarang, belum ada orang yang berani menyelam ke bawahnya karena bisa jadi mereka nggak balik lagi.


Well, buku ini menyuguhkan cerita horor yang unik, pendakian gunung-gunung yang ada di Indonesia. Aku berpikir, gimana ya keadaannya dengan gunung lain—misal Mt. Everest, Fujiyama—yang ada di luar negeri. Kan disana nggak percaya ada 'sosok-sosokan' kayak di kita *sok tahu*, sama berlakunya nggak ya?

Bukunya ringan, tapi meski begitu aku nggak berani bacanya di waktu terlarang alias malam dan dini hari. Tapi, kemarin aku menuliskan review-nya pas malam, lho, sok melawan keberanian aja sih! Beruntungnya nggak terjadi hal-hal aneh, misal seseorang di belakang laptop kamu mungkin *eh nggak usah ditiru juga*. Dan cukup sukses lah membuatku pengin naik gunung juga, gunung hatinya *eaaa.


Wajar memang menyarankan orang yang naik gunung untuk selalu berhati-hati. (hal. 130)

by.asysyifaahs(◕‿◕✿)

No comments:

Post a Comment

Review di a, Greedy Bibliophile adalah pendapat suka-suka yang sifatnya subjektif dari si empunya blog. Aku berusaha jujur, karena barang siapa jujur sesungguhnya dia masih hidup.

Aku nggak pernah memaksa kamu untuk setuju dengan pendapatku sendiri. Jangan sebel, jangan kesel, kecuali kamu mau itu menjadi beban besar yang berat ditanggung.

Boleh komentar, boleh curhat, boleh baper, tapi jangan promosi jualan obat atau agen judi bola. Tulis dengan bahasa manusia yang sopan dan mudah dimengerti ya.

Terima kasih sudah berkunjung, semoga ada cerita yang bermanfaat, jangan lupa kuenya boleh dibawa. Asal tulisan aku jangan dicomot seenak udelmu.

tertanda,

yang punya cerita

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 
a book blog by @asysyifaahs