[REVIEW] Love Rebound - Satria Ramadhan

Sunday, June 14, 2015

Love is the constant passenger in my train of thoughts. And I am heading towards your station.” (hal. 205)

Judul: Love Rebound
Penulis: Satria Ramadhan Sofyan
Penerbit: Bukune
Editor: Moh. Rido
Proofreader: Irsyad Zulfahmi
Desain sampul: Ayu Widjaja
Penata letak: Erina Puspitasari
Tebal: 220 halaman
Harga: Rp. 47.000,-
Rating: ★★★☆

Siapa bilang semua pemain basket punya kehidupan yang seru dan menegangkan dalam cerita cintanya? Nggak ada yang bilang sih, intermezzo aja :P Adalah Satria Ramadhan, si anak basket rabun ayam yang punya kisah cinta ala tarik ulur. Baginya, basket bukan sekadar olahraga dan hobi, tapi juga sudah menjadi prinsip yang diterapkan dalam hidup.

Rebound effects only works in basketball not in relationships. (hal. 112)

Semua cerita dituangkannya dalam 11 bab yang nggak jauh-jauh bercerita soal teknik-teknik dalam permainan bola basket. Istilah-istilah kayak rebound, fouled out, three point, blocking, nggak bakal kerasa asing lagi lewat penyampaian Kak Satria ini. Yah, intinya cerita cinta dia nggak jauh-jauh sama teknik bola basket tadi, harus coba rebound biar dapat three point, eh dapatnya malah kena blocking. Apes!

Cerita dibuka dengan kisah pacarnya bernama Niki yang berakhir putus karena dianggapnya terlalu posesif. Di bab selanjutnya, nggak kalah seru Bang Satria cerita soal mamanya, teman baru kampusnya, tragedi pembegalan, gebetan bermula dari twitter, perjuangan cinta, sampai pada akhirnya dia bisa menemukan stasiun terakhir. 

Mencintai, bukan berarti memiliki sepenuhnya. Maka, ketika kamu mencintai seseorang, jangan terlalu mengekangnya, layaknya pasir dalam genggaman. Semakin kuat kamu menggenggamnya, maka justru semakin banyak pasir yang keluar melalui sela-sela jemarinya. Biarlah cinta berada di sisinya. Jangan terlalu menuntut lebih. (hal. 15)

Boleh dibilang, bagian yang menceritakan mamanya adalah bagian yang paling aku suka. Mamanya gokil ya, apa-apa pasti disangkutpautkan soal setan. Badan Kak Satria biru-biru, katanya dijilatin setan. Dia telat bangun pagi, bilangnya diselimutin setan. Belum kalau udah cerita soal caranya beliau ngusir ‘setan-setan’ itu dari badannya Kak Satria, seru! 

“Anak jangan dikurung terus, kayak ayam dikandangin. Nanti begitu lepas, kaget. Nanti malah pergi ke mana-mana.” (hal. 21)

Odi, teman dekat di kampus Kak Satria juga cukup berkontribusi banyak dalam buku ini. Masih juga bercerita seputar love story, kayak putus dari mantan, rasanya LDR, sampai perjuangan-perjuangan untuk bisa dapat rasa nyaman. Ugh, pokoknya anak basket yang jago sekalipun kadang bisa telak kalau udah ngomongin cinta.

“Lo tahu, kan, kesetiaan akan selalu dikalahkan oleh keberadaan, kehadiran, dan keadaan.” (hal. 42)

Unsur komedi cukup aku dapatkan dari buku ini, nggak kerasa lebay tapi juga nggak garing. Tapi hati-hati aja sih, dimulai dari bab 8 sampai bab 11, bisa jadi Kak Satria nulisnya sambil baper, alhasil aku yang bacanya pun ikut-ikutan baper. Baper-fever!

Kami selalu bersama tapi tak menggenggam hati yang sama. Mungkin kami tak lebih dari sebatas teman. Kalau diibaratkan, gue seperti pemain basket yang sedang meliak-liuk di baris pertahanan musuh. Namun, ketika berhasil melampaui musuh dan pengin finishing, gue di-block. Bola terpental jatuh. Hati gue juga. (hal. 132)

Soal teknis dari bukunya sendiri, cukup baik untuk sebuah buku perdana. Meski kadang sesekali risi juga membaca capslock yang menunjukkan ekspresi berteriak. Typo satu-dua pasti ada, tapi toh nggak ngurangin unsur seru cerita. Dan aku juga heran sama kalimat berikut ini, Nggak mungkin banget gue jawab, “Aaaak, iya! Dia cucwook, ya, bwok! Endues bambang keleus, ya, bwok kalau jadi pacarnya!” (hal. 185). Jangan-jangan dia berguru ke pakar ahlinya atau bahkan... orang se-gentle Kak Satria, bisa memunculkan karakter aslinya? Haha...

Patah hati kadang membuat seseorang melakukan sesuatu yang dia sendiri nggak ngerti. (hal. 160)
Seseorang yang baru patah hati harus menyembuhkan luka sebelum jatuh cinta lagi kepada orang lain. (hal. 209)

Overall, buku ini mengajarkan hikmah banget. Soal bola basket yang jadi prinsip hidup, dibaper-baperin untuk memaknai hidup Kak Satria. Kadang jadi anak basket itu bukan untuk keren, seringkali mereka menganggap bola basket itu lebih pengertian dari pacarnya. 

“Gue pengin deh kayak kereta, biar bisa melaju tanpa ada yang ngehalangi. Biar bisa melaju tanpa ada rasa takut sedikit pun sampai tujuannya. Stasiun terakhir.” (hal. 188)

by.asysyifaahs(◕‿◕✿)

3 comments:

  1. Buku dari Satria ini emang bener-bener keren, gue udah baca sampai habis dan ceritanya lumayan fresh. Dan bab yang bagian begal itu entah kenapa bikin nafas gue naik turun sendiri berasa kayak gue juga ngalamin.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ah, begal... mana pas ngetik pesan ke Bapaknya aneh lagi x_x *eh spoiler

      Delete

Review di a, Greedy Bibliophile adalah pendapat suka-suka yang sifatnya subjektif dari si empunya blog. Aku berusaha jujur, karena barang siapa jujur sesungguhnya dia masih hidup.

Aku nggak pernah memaksa kamu untuk setuju dengan pendapatku sendiri. Jangan sebel, jangan kesel, kecuali kamu mau itu menjadi beban besar yang berat ditanggung.

Boleh komentar, boleh curhat, boleh baper, tapi jangan promosi jualan obat atau agen judi bola. Tulis dengan bahasa manusia yang sopan dan mudah dimengerti ya.

Terima kasih sudah berkunjung, semoga ada cerita yang bermanfaat, jangan lupa kuenya boleh dibawa. Asal tulisan aku jangan dicomot seenak udelmu.

tertanda,

yang punya cerita

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 
a book blog by @asysyifaahs