[REVIEW] To All The Boys I've Loved Before - Jenny Han

Sunday, October 18, 2015

Surat adalah bukti nyata yang bisa dilihat, bahwa seseorang sedang memikirkan dirinya. (hal. 129)

Judul: To All The Boys I’ve Loved Before
Penulis: Jenny Han
Penerjemah: Airien Kusumawardani
Penyunting: Selsa Chintya
Proofreader: Yuli Yono
Ilustrasi isi: @teguhra
Tebal: 380 halaman
Terbit: April 2015 (Cetakan Pertama)
Rating: ★★★☆

---

Lara Jean Song Covey adalah si anak tengah dari ketiga bersaudari. Ia memiliki seorang kakak yang bijak dan rapi bernama Margot, serta adik yang manis tapi menyebalkan bernama Kitty. Bersama ayah dan dua saudarinya, ia menjalani hidup tanpa seorang ibu. Cerita diawali dari kehidupan keluarga Song Covey bersama tetangga mereka bernama Josh.

Margot yang harus melanjutkan sekolahnya, akan segera pindah untuk kuliah di Skotlandia. Dengan begitu, Lara Jean-lah yang akan bertanggung jawab dalam kegiatan sehari-hari mereka—menggantikan Gogo yang banyak berperan menjadi “ibu” bagi adik-adiknya. Sayangnya, kepergian Margot banyak mengubah kebiasaan Lara Jean, seperti kedekatan dengan Josh yang kian lama kian merenggang.

Tahun ajaran baru tiba, dan kejutan dimulai, surat-surat cinta Lara Jean yang ia simpan di kotak topi pemberian mendiang ibunya tiba-tiba saja hilang—atau lebih tepatnya, terkirim dengan tepat kepada si penerimanya. Hal itu tentu saja dipertanyakan oleh Josh Sanderson, satu dari lima orang penerima surat cinta tersebut. Belum lagi, Peter Kavinsky mulai menanyakan isi surat yang pernah ditulis Lara Jean. Perasaan panik dan bingung mulai menyerang Lara Jean. Siapa yang mengirimkan surat-suratnya?

Kalau cinta diibaratkan seperti kerasukan arwah, mungkin bagiku surat-suratku itu semacam upacara pengusiran arwah. Surat-suratku membebaskanku. Atau paling tidak, seharusnya itulah fungsi mereka. (hal. 5)

Supaya kejadian tersebut tidak diketahui Margot, Lara Jean akhirnya memilih menjadi “pacar bohongan” Peter demi menjaga perasaan kakaknya. Kebetulan yang sempurna sesaat setelah Peter dicampakkan si mantan pacar bernama Genevieve, dan sejak saat itulah keduanya resmi berpacaran “pura-pura”.

Namun, kurasa untuk masalah hati, kita tidak bisa memperkirakan bagaimana seseorang akan bersikap. (hal. 18)

Akhirnya bisa menyelesaikan buku ini juga, yang sejak lama sudah aku incar gara-gara banyak pembaca yang sudah membacanya. Dan aku memang setuju seperti apa yang mereka tulis di review-nya, buku ini manis, baik dari segi kisah percintaannya maupun kisah keluarga Song Covey ini.

Di awal cerita memang nggak langsung dikisahkan tentang tragedi surat-surat itu, tapi menceritakan keseharian keluarga mereka yang nantinya bakal berpengaruh ke adegan-adegan berikutnya. Pemaparan tentang Lara Jean yang punya darah Amerika-Korea juga cukup membuatku tertarik mengingat sesekali Jenny Han menulis tentang budaya-budaya Korea yang ikut masuk ke dalam cerita.

Kalau dipikir lagi, kenapa bisa ya surat-surat cinta Lara Jean itu sampai ke tangan penerimanya? Kenapa juga di amplopnya ada alamat lengkap dari kelima orang itu? Heran juga sih! Dan benar apa dugaanku pas menebak siapa yang mengirimkannya, hmm... salahin aja deh tuh reviewer yang hampir sukses nge-spoil :P

Agar sebuah masalah bisa menjadi sangat rumit, semua hal harus saling berpapasan dan beradu pada saat yang tepat, atau dalam kasus ini, pada saat yang salah. (hal. 93)

Lara Jean yang akhirnya pacaran (bohongan) sama Peter pun mau nggak mau harus menjalani kepura-puraan mereka seperti pacaran yang sesungguhnya, sampai-sampai mereka harus mencocokkan kronologis kapan mereka ketemu, kapan mereka jadian, sampai kenapa akhirnya bisa pacaran. Dan well, semua memang terasa beneran sih!

Dibutuhkan tanggung jawab yang besar untuk mencengkeram hati seseorang dalam genggamanmu. (hal. 45)

Ah ya, jangan lupakan kisah tentang gadis-gadis Song, hubungan dari tiga bersaudari ini cukup membuatku iri karena baik Margot, Lara Jean, maupun Kitty bisa tetap akur satu sama lain walau punya sifat yang berbeda-beda. Sesekali ada yang mengacau, tapi yang lainnya seringkali membantu. Kakak-beradik seharusnya bertengkar, lalu berbaikan. Karena mereka adalah saudara, dan kakak-beradik selalu menemukan jalan untuk berbaikan. Agree!

Well, cerita TATBILB ini benar-benar menarik, kisah cinta dan keluarga diramu apik oleh penulisnya. Terima kasih juga lho untuk terjemahannya yang enak dan Penerbit Spring yang mempertahankan cover aslinya. Hmm, jadi nggak sabar ingin baca sekuelnya. Ada yang berminat menyumbang?

Cinta itu menakutkan. Cinta berubah. Cinta tidak bisa menghilang. Itulah bagian dari risikonya. Aku tidak ingin lagi merasa takut. (hal. 376)

by.asysyifaahs(◕‿◕✿)

No comments:

Post a Comment

Review di a, Greedy Bibliophile adalah pendapat suka-suka yang sifatnya subjektif dari si empunya blog. Aku berusaha jujur, karena barang siapa jujur sesungguhnya dia masih hidup.

Aku nggak pernah memaksa kamu untuk setuju dengan pendapatku sendiri. Jangan sebel, jangan kesel, kecuali kamu mau itu menjadi beban besar yang berat ditanggung.

Boleh komentar, boleh curhat, boleh baper, tapi jangan promosi jualan obat atau agen judi bola. Tulis dengan bahasa manusia yang sopan dan mudah dimengerti ya.

Terima kasih sudah berkunjung, semoga ada cerita yang bermanfaat, jangan lupa kuenya boleh dibawa. Asal tulisan aku jangan dicomot seenak udelmu.

tertanda,

yang punya cerita

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 
a book blog by @asysyifaahs